1. Mikroekonomi vs Makroekonomi
Untuk dapat memahami ilmu makro ekonomi, sebaiknya kita mengenali terlebih dahulu perbedaan antara ilmu makroekonomi dengan ilmu mikroekonomi. Mikroekonomi merupakan ilmu ekonomi yang mempelajari tentang pilihan, keputusan dan interaksi antara pilihan dan keputusan agen-agen perekonomian. Sedangkan Makroekonomi merupakan ilmu ekonomi yang mempelajari perekonomian Negara dan perekonomian global secara menyeluruh. Untuk mengerti perekonomian suatu Negara kita harus mengetahui peran dan target otoritas kebijakan fiskal dan moneter setiap Negara. Disini saya mengambil contoh Negara Indonesia dimana pemerintah sebagai otoritas kebijakan fiskal bertujuan untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tingkat pengangguran yang rendah. Sedangkan peran bank sentralnya yakni Bank Indonesia sebagai otoritas kebijakan moneter adalah untuk menjaga kestabilan nilai rupiah sesuai dengan pasal 7 UU no. 3 tahun 2004. Dimana kestabilan nilai tukar rupiah ini tercermin dalam pada nilai inflasi dan nilai tukar (Rupiah). Secara umum terdapat tiga variabel yang menjadi isu utama dalam perdebatan para ekonom makroekonomi dunia, yaitu :
1. Output Agregat
2. Inflasi
3. Pengangguran
2. Output Agregat
Output Agregat adalah jumlah nilai seluruh output barang dan jasa yang diproduksi pada suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Output agregat memcerminkan kekayaan Negara dalam jangka waktu tertentu. Dengan menggunakan logika model circular flow, output agregat atau jumlah barang yang diproduksi memiliki nilai yang sama dengan balas jasa yang diterima oleh pihak yang memproduksi atau pendapatan nasional. Pendapatan Nasional merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam pembanding tingkat kesejahteraan antar Negara. Agar memiliki tingkat akurasi ukuran kesejahteraan yang baik biasanya Pendapatan Nasional ini dibagi dengan tingkat populasi sehingga nantinya didapatkan variabel Pendapatan Perkapita. Pendapatan Nasional dapat dihitung dengan mencari nilai Gross Domestic Product (GDP) atau produk domestik bruto. Terdapat tiga pendekatan dalam menghitung nilai GDP:
1. Pendekatan Produksi
2. Pendekatan Pendapatan
3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan Produksi
Pendekatan Produksi menghitung jumlah seluruh produksi barang dan jasa final oleh suatu Negara selama satu tahun. Rumus matematis pendekatan ini:
Y = ΣP1Q1
Ternyata dalam pendekatan ini menyebabkan double counting karena dalam perhitungan ini memasukan unsur barang final dan barang intermediate. Sehingga terdapat pendekatan produksi baru untuk mengatasi masalah double counting ini yaitu dengan pendekatan nilai tambah (value added). Rumus pendekatan matematis nilai tambah:
Y = ΣVA1
Untuk menghindari tumpang tindih pada perhitungan dengan pendekatan nilai tambah, Perekonomian Indonesia dibagi menjadi 9 sektor:
1. Pertambangan dan Penggalian
2. Pertanian
3. Industri Manufaktur
4. Listrik, Gas, dan Air Minum
5. Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel, dan Restauran
7. Transportasi dan Komunikasi
8. Jasa Keuangan
9. Jasa Lain
Pendekatan Pendapatan
Pendekatan Pendapatan menghitung output berdasarkan jumlah seluruh pendapatan (balas jasa) yang dterima seluruh faktor produksi dalam waktu satu tahun. Balas jasa yang diterima faktor produksi dapat berupa:
1. Upah, untuk tenaga kerja yang merupakan balas jasa yang dominan dalam perekonomian.
2. Bunga, merupakan balas jasa untuk modal
3. Sewa, merupakan balas jasa untuk sumber daya alam yang digunakan
4. Profit, balas jasa untuk keterampilan pengusahaan atau entrepreuner
Pendekatan ini memiliki kelemahan pada validitas data pendapatan yang diterima faktor produksi, terdapat keengganan responden dalam memberitahukan jumlah pendapatan yang diterimanya, misalnya karena alasan penghindaran atau meminimumkan pungutan pajak, dll.
Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan Pengeluaran menghitung output berdasarkan jumlah pengeluaran seluruh sektor dalam perekonomian. Logika dari pendekatan ini berdasarkan analisa bahwa pengeluaran suatu pihak merupakan pendapatan bagi pihak lain. Rumus matematis pendekatan ini:
Y = C + I + G + (X-M)
Dimana: Y = pendapatan nasional
C = konsumsi rumah tangga dan swasta
I = pengeluaran investasi
G = pengeluaran yang dilakukan pemerintah
X = pendapatan ekspor
M = pengeluaran impor
Kelemahan dalam perhitungan pendapatan nasional
Terdapat beberapa output yang tidak dimasukan dalam perhitungan, misalnya underground economy karena bersifat illegal, output industri kecil rumah tangga, dll.
Eksternalitas negative dari aktivitas ekonomi yang tidak dimasukan kedalam perhitungan. Green GDP menjadi solusi atas masalah ini, dimana dalam green GDP telah memasukan unsur eksternalitas negatif dalam perhitungan GDP. Perhitungan nilai tambah GDP tidak memperhitungkan penambahan kualitas. Misalnya computer yang makin canggih makin murah dibandingkan produk komputer di masa lalu.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi berasal dari nilai laju pertumbuhan GDP. Pertumbuhan ekonomi yang positif menandakan perekonomian dalam keadaan ekspansif, sedangkan pertumbuhan ekonomi yang negatif menandakan perekonomian dalam keadaan resesi. Secara matematis rumus pertumbuhan ekonomi:
(Yt – Yt-1)
Yt-1
2. Inflasi
Mishkin (2002) mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan tingkat harga yang kontinyu dan terus menerus, memepengaruhi individu-individu, bisnis, dan pemerintah. Secara umum inflasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Inflasi inti (Core Inflation) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi
inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan harga - harga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent. Inflasi Administered (Administered Price) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya secara umum diatur pemerintah. Inflasi bergejolak (Volatile Goods Price) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak, umumnya dipengaruhi oleh shocks yang bersifat temporer seperti musim panen, gangguan alam, gangguan penyakit, dan gangguan distribusi. Terdapat dua alasan kenapa ekonom
peduli terhadap inflasi:
1. Inflasi dapat memicu distrosi yang lain.
2. Selama periode inflasi, tidak semua harga barang dan upah naik secara proposional, inflasi mempengaruhi distribusi pendapatan.
Mengacu pada teori ekonomi Neo-Keynesian dalam Gordon (1997) pendekatan determinan inflasi Indonesia dapat dijelaskan, sebagai berikut:
Inflasi Permintaan (demand-pull inflation) adalah jenis inflasi ini biasa dikenal sebagai Philips Curve inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. contohnya jika terjadi peningkatan permintaan masyarakat atas barang (peningkatan aggregate demand). Contoh lain bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, dll.
Inflasi Penawaran (cost-push inflation) atau juga bisa disebut supply-shock inflation merupakan inflasi penawaran yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya produksi atau biaya pengadaan barang dan jasa. misalnya karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak). Ekspektasi Inflasi berasal dari faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang dapat bersikap adaptif atau forward looking.
Dampak yang ditimbulkan demand pull inflation tidak menyebabkan berkurangnya kesejahteraan masyarakat karena kenaikan harga diiringi dengan kenaikan jumlah barang. Sedangkan pada Cost Push Inflation kenaikan harga menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat karena mengurangi jumlah output.
Ada beberapa cara mengukur tingkat inflasi, yaitu:
1. GDP Deflator
2. Indeks Harga Konsumen
3. Indeks Harga Perdagangan Besar
Indeks Harga
IHK (Indeks Harga Konsumen) atau CPI (Consumer Price Index)
IHK mengukur inflasi berdasarkan sekumpulan harga pada kebutuhan hidup konsumen yang paling banyak digunakan, dan masing-masing item memiliki bobot dalam basket. Indonesia menggunakan Sembilan bahan pokok dalam menghitung IHK. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) digunakan sebagai indikator patokan nilai inflasi.
ITEM BOBOT Po P1 % Kenaikan TERTIMBANG
ITEM BOBOT Po P1 % Kenaikan TERTIMBANG
BERAS 45% 50 70 40% 0.18
BAJU 20% 50 60 20% 0.04
CABE 15% 25 35 40% 0.06
GARAM 20% 20 25 20% 0.04
INFLASI 0.32
Keterangan
% kenaikan = (P1-Po)/Po
Tertimbang = bobot x kenaikan
Inflasi = jumlah tertimbang
IHPB (Indeks Harga Perdagangan Besar)
IHPB (Indeks Harga Perdagangan Besar) mengukur inflasi berdasarkan harga-harga barang pada tingkat produsen, metode perhitungannya sama dengan IHK hanya berbeda jumlah & jenis barang dalam keranjang. Barang yang termasuk kategori barang ini merupakan barang mentah dan barang setengah jadi.
3. Pengangguran
Pengangguran adalah kondisi dimana seseorang tidak bekerja, padahal ia masuk kedalam angkatan kerja dan memang mencari pekerjaan. Secara umum terdapat tiga jenis pengangguran:
1. Pengangguran cyclical adalah pengangguran yang terjadi akibat perekonomian yang mengalami resesi sehingga output berada dibawah level full employment.
Full employment adalah kondisi pada jangka panjang saat seluruh output yang diproduksi merupakan output yang optimal yang dapat diproduksi, yang berarti seluruh faktor produksi diberdayakan.
2. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi akibat ketidak sesuaian jenis pekerjaan dengan kapabilitas tenaga kerja. Contoh; masa revolusi industri dimana kebutuhan tenaga kerja beralih ke tenaga kerja yang membutuhkan skill untuk menjalankan mesin. Akibatnya tenaga kerja yang tidak mampu menjalankan mesin menganggur.
3. Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang pasti ada, meskipun dalam kondisi full employment. Pengangguran ini terjadi akibat proses rekrutmen tenaga kerja yang membutuhkan waktu untuk mendapatkan pekerjaan. Bisa juga sebagai pekerja yang keluar dari tempat kerjanya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai dengan keinginannya.
Rumus matematis pengangguran:
Angkatan Kerja = Bekerja + Tidak Bekerja
L = N + U
Tingkat Pengangguran : u = U
L
Terdapat Dua alasan ekonom peduli terhadap tingkat pengangguran:
1. Pengangguran menandakan bahwa perekonomian tidak menggunakan sumber dayanya secara efisien.
2. Efek langsungnya pada kesejahteraan yang menganggur.