Wednesday, April 6, 2011

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya .



1.    Mikroekonomi vs Makroekonomi
Untuk dapat memahami ilmu makro ekonomi, sebaiknya kita mengenali terlebih dahulu perbedaan antara ilmu  makroekonomi  dengan  ilmu  mikroekonomi.  Mikroekonomi  merupakan  ilmu  ekonomi  yang mempelajari  tentang  pilihan,  keputusan  dan  interaksi  antara  pilihan  dan  keputusan  agen-agen perekonomian.  Sedangkan Makroekonomi  merupakan  ilmu  ekonomi  yang  mempelajari  perekonomian Negara  dan  perekonomian  global  secara menyeluruh. Untuk mengerti  perekonomian  suatu Negara  kita harus  mengetahui  peran  dan  target    otoritas  kebijakan  fiskal  dan  moneter  setiap  Negara.  Disini  saya mengambil contoh Negara Indonesia dimana pemerintah sebagai otoritas kebijakan fiskal bertujuan untuk mendapatkan  tingkat  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi  dan  tingkat  pengangguran  yang  rendah.  Sedangkan peran bank  sentralnya yakni Bank  Indonesia  sebagai otoritas kebijakan moneter  adalah untuk menjaga kestabilan nilai rupiah sesuai dengan pasal 7 UU no. 3 tahun 2004. Dimana kestabilan nilai tukar rupiah ini tercermin dalam pada nilai inflasi dan nilai tukar (Rupiah). Secara umum terdapat tiga variabel yang menjadi isu utama dalam perdebatan para ekonom makroekonomi dunia, yaitu :
1.  Output Agregat 
2.  Inflasi
3.  Pengangguran

2.    Output Agregat
Output  Agregat  adalah  jumlah  nilai  seluruh  output  barang  dan  jasa  yang  diproduksi  pada  suatu perekonomian  dalam  jangka  waktu  tertentu.  Output  agregat  memcerminkan  kekayaan  Negara  dalam jangka  waktu  tertentu.  Dengan  menggunakan  logika  model  circular  flow,  output  agregat  atau  jumlah barang  yang  diproduksi  memiliki  nilai  yang  sama  dengan  balas  jasa  yang  diterima  oleh  pihak  yang memproduksi  atau  pendapatan  nasional.  Pendapatan  Nasional  merupakan  salah  satu  indikator  yang digunakan dalam pembanding  tingkat kesejahteraan antar Negara. Agar memiliki  tingkat akurasi ukuran kesejahteraan yang baik biasanya Pendapatan Nasional ini dibagi dengan tingkat populasi sehingga nantinya didapatkan variabel Pendapatan Perkapita. Pendapatan Nasional dapat dihitung dengan mencari nilai Gross Domestic Product  (GDP)  atau produk domestik bruto. Terdapat  tiga pendekatan dalam menghitung nilai GDP:
1.  Pendekatan Produksi
2.  Pendekatan Pendapatan 
3.  Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan Produksi 
Pendekatan Produksi menghitung jumlah seluruh produksi barang dan jasa final oleh suatu Negara selama satu tahun. Rumus matematis pendekatan ini:
Y = ΣP1Q1
Ternyata dalam pendekatan  ini menyebabkan double counting karena dalam perhitungan  ini memasukan unsur barang final dan barang intermediate. Sehingga terdapat pendekatan produksi baru untuk mengatasi masalah  double  counting  ini  yaitu  dengan  pendekatan  nilai  tambah  (value  added).  Rumus  pendekatan matematis nilai tambah:
Y = ΣVA1  
Untuk menghindari  tumpang  tindih  pada  perhitungan  dengan  pendekatan  nilai  tambah,  Perekonomian Indonesia dibagi menjadi 9 sektor:
1.  Pertambangan dan Penggalian
2.  Pertanian
3.  Industri Manufaktur
4.  Listrik, Gas, dan Air Minum
5.  Konstruksi
6.  Perdagangan, Hotel, dan Restauran
7.  Transportasi dan Komunikasi
8.  Jasa Keuangan
9.  Jasa Lain

Pendekatan Pendapatan
Pendekatan  Pendapatan  menghitung  output  berdasarkan  jumlah  seluruh  pendapatan  (balas  jasa)  yang dterima  seluruh  faktor produksi dalam waktu  satu  tahun. Balas  jasa yang diterima  faktor produksi dapat berupa:
1. Upah, untuk tenaga kerja yang merupakan balas jasa yang dominan dalam    perekonomian.
2.  Bunga, merupakan balas jasa untuk modal
3.  Sewa, merupakan balas jasa untuk sumber daya alam yang digunakan
4.  Profit, balas jasa untuk keterampilan pengusahaan atau entrepreuner

Pendekatan ini memiliki kelemahan pada validitas data pendapatan yang diterima faktor produksi, terdapat keengganan  responden  dalam  memberitahukan  jumlah  pendapatan  yang  diterimanya,  misalnya  karena alasan penghindaran atau meminimumkan pungutan pajak, dll.

Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan  Pengeluaran  menghitung  output  berdasarkan  jumlah  pengeluaran  seluruh  sektor  dalam perekonomian. Logika dari pendekatan ini berdasarkan analisa bahwa pengeluaran suatu pihak merupakan pendapatan bagi pihak lain. Rumus matematis pendekatan ini:
Y = C + I + G + (X-M)
Dimana: Y  = pendapatan nasional
   C  = konsumsi rumah tangga dan swasta
   I  = pengeluaran investasi
   G  = pengeluaran yang dilakukan pemerintah
   X  = pendapatan ekspor
  M  = pengeluaran impor

Kelemahan dalam perhitungan pendapatan nasional
Terdapat  beberapa  output  yang  tidak  dimasukan  dalam  perhitungan,  misalnya  underground  economy karena bersifat illegal, output industri kecil rumah tangga, dll.
Eksternalitas  negative  dari  aktivitas  ekonomi  yang  tidak  dimasukan  kedalam  perhitungan.  Green  GDP menjadi  solusi  atas masalah  ini, dimana dalam  green GDP  telah memasukan unsur  eksternalitas   negatif dalam perhitungan GDP. Perhitungan  nilai  tambah GDP  tidak memperhitungkan  penambahan  kualitas. Misalnya  computer  yang makin canggih makin murah dibandingkan produk komputer di masa lalu.

     Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan  ekonomi  berasal  dari  nilai  laju  pertumbuhan  GDP.  Pertumbuhan  ekonomi  yang  positif menandakan  perekonomian  dalam  keadaan  ekspansif,  sedangkan  pertumbuhan  ekonomi  yang  negatif menandakan perekonomian dalam keadaan resesi.  Secara matematis rumus pertumbuhan ekonomi:
(Yt – Yt-1)
    Yt-1

2.  Inflasi
Mishkin  (2002) mendefinisikan  inflasi  sebagai kenaikan  tingkat harga  yang  kontinyu  dan  terus menerus, memepengaruhi  individu-individu,  bisnis,  dan  pemerintah.  Secara  umum  inflasi  dapat  dikelompokkan menjadi tiga bagian. Inflasi inti (Core Inflation) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi  oleh  perkembangan  ekonomi  secara  umum  (faktor-faktor  fundamental  seperti  ekspektasi
inflasi,  nilai  tukar,  dan  keseimbangan  permintaan  dan  penawaran  agregat)  yang  akan  berdampak  pada perubahan  harga - harga  secara  umum  dan  lebih  bersifat  permanen  dan  persistent.  Inflasi  Administered (Administered  Price)  adalah  inflasi  barang  atau  jasa  yang  perkembangan  harganya  secara  umum  diatur pemerintah.  Inflasi  bergejolak  (Volatile Goods  Price)  adalah  inflasi  barang  atau  jasa  yang  perkembangan harganya  sangat  bergejolak,  umumnya  dipengaruhi  oleh  shocks  yang  bersifat  temporer  seperti  musim panen,  gangguan  alam,  gangguan penyakit, dan  gangguan distribusi. Terdapat dua  alasan kenapa  ekonom
peduli terhadap inflasi:
1.  Inflasi dapat memicu distrosi yang lain.
2. Selama  periode  inflasi,  tidak  semua  harga  barang  dan  upah  naik  secara  proposional,  inflasi mempengaruhi distribusi pendapatan.

Mengacu  pada  teori  ekonomi  Neo-Keynesian  dalam  Gordon  (1997)  pendekatan determinan  inflasi Indonesia dapat dijelaskan, sebagai berikut:

Inflasi  Permintaan  (demand-pull  inflation)  adalah  jenis  inflasi  ini  biasa  dikenal  sebagai  Philips  Curve inflation, yaitu merupakan  inflasi yang dipicu oleh  interaksi permintaan dan penawaran domestik  jangka panjang.  contohnya  jika  terjadi  peningkatan  permintaan masyarakat  atas  barang  (peningkatan  aggregate demand). Contoh lain bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan  permintaan  luar  negeri  akan  barang-barang  ekspor,  atau  bertambahnya  pengeluaran  investasi swasta karena kredit yang murah, dll. 

Inflasi  Penawaran  (cost-push  inflation)  atau  juga  bisa  disebut  supply-shock  inflation   merupakan  inflasi penawaran  yang  disebabkan  oleh  kenaikan  pada  biaya  produksi  atau  biaya  pengadaan  barang  dan  jasa. misalnya karena kenaikan harga  sarana produksi yang didatangkan dari  luar negeri,  atau karena kenaikan bahan bakar minyak).  Ekspektasi  Inflasi berasal  dari  faktor  ekspektasi  inflasi  dipengaruhi  oleh perilaku masyarakat  yang dapat bersikap adaptif atau forward looking.

Dampak  yang  ditimbulkan  demand  pull  inflation  tidak  menyebabkan  berkurangnya  kesejahteraan masyarakat  karena  kenaikan  harga  diiringi  dengan  kenaikan  jumlah  barang.  Sedangkan  pada Cost Push Inflation  kenaikan  harga menyebabkan  penurunan  kesejahteraan masyarakat  karena mengurangi  jumlah output.

Ada beberapa cara mengukur tingkat inflasi, yaitu:
1.  GDP Deflator
2.  Indeks Harga Konsumen
3.  Indeks Harga Perdagangan Besar

     Indeks Harga
IHK (Indeks Harga Konsumen) atau CPI (Consumer Price Index)
IHK  mengukur  inflasi  berdasarkan  sekumpulan  harga  pada  kebutuhan  hidup  konsumen  yang  paling banyak  digunakan,  dan  masing-masing  item  memiliki  bobot  dalam  basket.  Indonesia  menggunakan Sembilan bahan pokok dalam menghitung  IHK. Nilai  Indeks Harga Konsumen (IHK) digunakan  sebagai indikator patokan nilai inflasi.  

ITEM            BOBOT     Po   P1    % Kenaikan  TERTIMBANG
BERAS          45%           50   70        40%                        0.18
BAJU             20%          50    60        20%                        0.04
CABE           15%           25    35        40%                        0.06
GARAM        20%          20    25        20%                        0.04
                                                         INFLASI                  0.32

Keterangan
% kenaikan   = (P1-Po)/Po
Tertimbang   = bobot x kenaikan
Inflasi    = jumlah tertimbang

IHPB (Indeks Harga Perdagangan Besar)
IHPB  (Indeks Harga  Perdagangan  Besar) mengukur  inflasi  berdasarkan  harga-harga  barang  pada  tingkat produsen,  metode  perhitungannya  sama  dengan  IHK  hanya  berbeda  jumlah  &  jenis    barang  dalam keranjang.  Barang yang termasuk kategori barang ini merupakan barang mentah dan barang setengah jadi.

3.  Pengangguran
Pengangguran adalah kondisi dimana seseorang tidak bekerja, padahal ia masuk kedalam angkatan kerja dan memang mencari pekerjaan. Secara umum terdapat tiga jenis pengangguran:
1.      Pengangguran  cyclical  adalah  pengangguran  yang  terjadi  akibat  perekonomian  yang  mengalami  resesi sehingga output berada dibawah level full employment.

Full employment adalah kondisi pada jangka panjang saat seluruh output yang diproduksi merupakan output yang optimal yang dapat diproduksi, yang berarti seluruh  faktor  produksi diberdayakan.

2.      Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi akibat ketidak sesuaian jenis pekerjaan dengan kapabilitas tenaga kerja. Contoh; masa revolusi  industri dimana kebutuhan tenaga kerja beralih ke tenaga kerja  yang  membutuhkan  skill  untuk  menjalankan  mesin.  Akibatnya  tenaga  kerja  yang  tidak  mampu menjalankan mesin menganggur.

3.      Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang pasti ada, meskipun dalam kondisi  full employment. Pengangguran  ini  terjadi  akibat  proses  rekrutmen  tenaga  kerja  yang  membutuhkan  waktu  untuk mendapatkan pekerjaan. Bisa  juga  sebagai pekerja yang keluar dari  tempat kerjanya untuk   mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai dengan keinginannya.

Rumus matematis pengangguran:
                   Angkatan Kerja       =     Bekerja    +     Tidak Bekerja
                   L                               =     N              +     U

Tingkat Pengangguran :   u = U
                                           L

Terdapat Dua alasan ekonom peduli terhadap tingkat pengangguran:
1.  Pengangguran  menandakan  bahwa  perekonomian  tidak  menggunakan  sumber  dayanya  secara efisien.
2.  Efek langsungnya pada kesejahteraan yang menganggur.

Tuesday, April 5, 2011

Kurva Lorenz dan Koefisien Gini

Pendekatan lain untuk melihat konsentrasi industri adalah dengan menggunakan pemetaan Kurva Lorenz dan penghitungan Koefisien Gini (Adelaja, dkk. 1998, Wang 2004).
 
Kurva Lorenz dan Koefisien Gini dipergunakan untuk mengukur dan membandingkan inequality dari perusahaan-perusahaan di dalam industri. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini mengindikasikan tingkat kompetisi dalam suatu pasar dengan mengukur inequality dalam distribusi ukuran dari perusahaan-perusahaan (Hart and Prais 1956). 

Koefisien Gini adalah ukuran statistik yang diperoleh dari Kurva Lorenz, yang terkait dengan pangsa kumulatif dari total nilai suatu variabel (output, revenue, jumlah pekerja, dsb.) terhadap angka atau persentase dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu industri yang diurutkan meningkat sesuai ukurannya. 

Jika kurva berbentuk lurus, seluruh perusahaan memiliki ukuran yang sama, dan industri dapat dipandang sebagai completely unconcentrated, mengindikasikan tingkat kompetisi yang tinggi di pasar. Secara umum, perusahaan-perusahaan tidak mempunyai ukuran yang sama dalam suatu industri, dan semakin besar deviasi dari garis diagonal terhadap Kurva Lorenz, semakin besar inequality dari ukuran perusahaan dan semakin besar konsentrasi pasar. Sebaliknya, semakin dekat kepada garis diagonal, semakin terdistribusi dan perusahaan-perusahaan semakin tidak terkonsentrasi.

Sumber: Wikipedia
Gambar: Kurva Lorenz
Koefisien Gini didefinisikan sebagai sebagai rasio dari luasan yang terletak di antara garis diagonal dan Kurva Lorenz dibagi dengan luasan segitiga di bawah garis diagonal. Nilai maksimum dan minimum adalah satu dan nol, berturut-turut mewakili total inequality dan total equality.
Jika luasan di antara garis diagonal (perfect equality) dan Kurva Lorenz adalah A, dan luasan di bawah Kurva Lorenz adalah B, maka Koefisien Gini adalah A / (A+B). Karena A+B = 0.5, maka Koefisien Gini, G = A/(0.5) = 2A = 1-2B. Jika Kurva Lorenz merupakan fungsi Y = L(X), nilai dari B dapat dicari dengan fungsi integral, sehingga:
G = 1 – 2*(integral 0-1 dari L(X)dX)
Kurva Lorenz dapat dituliskan sebagai fungsi L(F), dalam hal mana F adalah sumbu horizontal, dan L adalah sumbu vertikal. Untuk populasi berukuran n, dengan urutan nilai yi i=1 hingga n yang diurutkan meningkat (yi <= yi+1), maka Kurva Lorenz adalah fungsi linier yang menghubungkan titik-titik (Fi, Li), i = 0 hingga n, dalam hal mana F0 = 0, L0 = 0, dan untuk i = 0 hingga n:
Fi = i/n
Si = Yj1 + Yj2 + … + Yji
Li = Si/Sn
REFERENSI
Adelaja, A., Menzo, J., and McCay, B. 1998. Market Power, Industrial Organization and Tradeable Quotas. Review of Industrial Organization, 13, 1998, 589-601
Church, J. and Ware, R. 2000. Industrial Organization: A Strategic Approach, McGraw Hill, Boston.
Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia – Menuju Negara Industri baru 2030?. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Wang, D. 2004. The Chinese Construction Industry from the Perspective of Industrial Organization, PhD Dissertation, Northwertern University, Evanston, Illinois.